ASEAN dan ICRC: Pentingnya Penanggap Pertama Saat Keadaan Darurat Bencana

0

Koran Jurnal, Jakarta – Negara-negara Anggota ASEAN tekankan pentingnya peran penanggap pertama dalam menangani korban massal pada setiap keadaan darurat dan bencana.

Dalam kondisi darurat, penanggap pertama (first responder) sering kali harus berhadapan dengan korban selamat dan korban meninggal dalam jumlah massal yang tidak teridentifikasi dan proses identifikasinya sulit. Manajemen jenazah secara tepat dan bermartabat dalam kondisi darurat dan bencana adalah salah satu pilar utama dari respon kemanusiaan dan merupakan faktor penting dalam memfasilitasi identifikasi korban meninggal. Dalam proses ini, penanggap pertama memainkan peran penting bagi keberhasilan identifikasi karena spesialis Identifikasi Korban Bencana (Disaster Victims Identification/DVI) sangat bergantung pada informasi yang tersedia pada kerja awal pencarian dan pemulihan jenazah.

Topik ini dibahas dalam diksusi tingkat tinggi yang diselenggarakan bersama oleh Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dan ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance on disaster management (AHA Centre) dan didukung oleh Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Indonesia pada 20-21 Juni 2019 di Jakarta. Perwakilan-perwakilan yang hadir juga sepakat bahwa pelatihan yang tepat bagi penanggap pertama sangat vital bagi tanggap kemanusiaan yang lebih baik berdasarkan pengalaman gempa bumi yang disusul tsunami dan likuifaksi tahun lalu di Sulawesi Tengah, Indonesia.

Kepala Delegasi Regional ICRC untuk Indonesia dan Timor-Leste, Alexandre Faite, meyakini bahwa ini adalah kesempatan yang relevan dan unik untuk berbagi dan mendokumentasikan praktik-praktik terbaik dan pembelajaran yang dipetik dari kawasan ASEAN terkait isu ini.

“Manajemen jenazah senantiasa relevan bagi Negara-negara Anggota ASEAN mengingat besarnya kemungkinan kedaruratan dan bencana di masa mendatang di kawasan. Membekali perespon pertama dengan pengetahuan dan keterampilan yang memadai akan menjadi sangat penting. Jika ini dilakukan, manajemen jenazah secara tepat dan bermartabat dapat membantu meminimalkan penderitaan keluarga yang kehilangan orang-orang yang mereka cintai dengan membantu memberikan jawaban dan kepastian,” imbuhnya di Jakarta, Jum’at (21/06/2019).

Direktur Eksekutif AHA Centre, Adelina Kamal, menyambut baik kolaborasi dengan ICRC dalam memperkenalkan buku pedoman lapangan guna memandu para penanggap pertama dalam manajemen jenazah.

“Negara-negara ASEAN memiliki pengalaman luas dalam tanggap bencana selama beberapa dekade terakhir. Kita juga memiliki kearifan lokal yang kaya serta keragaman budaya dan agama. Workshop ini bertujuan untuk mempromosikan saling tukar pengetahuan dan pengalaman negara-negara ASEAN guna memperkaya pedoman lapangan yang ada. Pada saat yang sama, AHA Centre juga akan menggunakan akumulasi pengalaman dan pengetahuan untuk meningkatkan kesiapsiagaan regional untuk One ASEAN One Response,” papar Adelina Kamal.

Forum ini mempertemukan lebih dari 80 perwakilan lembaga-lembaga yang terlibat dalam tanggap darurat dan bencana dari Negara-negara Anggota ASEAN – Brunei Darussalam, Filipina, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, dan Vietnam – dan Timor-Leste.

ICRC juga memanfaatkan kesempatan ini untuk mensosialisasikan panduan resmi Management of Dead Bodies after Disasters: A Field Manual for First Responders (Manajemen Jenazah setelah Bencana: Panduan Lapangan bagi Perespon Pertama) yang diperbarui tahun 2018 dan untuk menyusun proposal regional untuk membuat instrumen praktis berdasarkan “Quick Reference for the Management of the Dead” (Rujukan Cepat untuk Manajemen Jenazah”.

Tak hanya itu, ICRC juga mendorong para peserta untuk mengomentari dan memberikan masukan guna mengadaptasi referensi ini untuk diimplementasikan dalam sesi pelatihan penanggap pertama dalam konteks Asia Tenggara.

Pada hari kedua, para peserta mengikuti sesi praktek manajemen jenazah untuk pencarian dan pemulihan korban pada saat bencana. Sesi ini dipandu oleh ahli forensik ICRC, Eva Bruenisholz. Kegiatan itu menitikberatkan pada langkah-langkah apa saja yang harus dilakukan oleh penanggap pertama pada saat pencarian dan pemulihan korban untuk mempermudah kerja petugas DVI sekaligus meningkatkan kemungkinan para korban akan teridentifikasi.(red)