Cegah Korupsi, Kemenkumham Teken Nota Kesepahaman dengan Sejumlah K/L 

0

Koran Jurnal, Jakarta – Kementerian Hukum dan HAM melakukan penandatangan nota kesepahaman (MoU) dan perjanjian kerja sama dengan sejumlah kementerian lain, diantaranya Kementerian Keuangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Pertanian, Kementerian Koperasi dan UKM, dan Kementerian Agraria dan Tata Ruang.

Penandatanganan kerjasama ini tentang penguatan dan pemanfaatan basis data pemilik manfaat (Beneficial Ownership). Salah satu bentuk sinergitas antar kementerian ini dilakukan dalam rangka mencegah tindak pidana korupsi.

“Kita akan memiliki database pemilik manfaat (Beneficial Owner) yang akurat dan mudah diakses baik untuk kepentingan publik dalam berusaha maupun penegakan hukum yang tidak menyisakan ruang gerak bagi pelaku tindak pidana untuk memanfaatkan korporasi sebagai kendaraan untuk menutupi tindak pidana beserta hasilnya,” kata Menkumham Yasonna Laoly di Golden Ball Room, The Sultan Hotel, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat, Rabu (03/07/2019).

Menurut Yasonna, tantangan penegakan hukum seperti tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan tindak pidana pendanaan terorisme merupakan pengungkapan dari pemilik manfaat korporasi. Pengungkapan pemilik manfaat menjadi penutup atas potensi celah tindak kejahatan.

“Mengingat banyaknya upaya pengelabuan informasi pemilik manfaat melalui tindakan-tindakan berlapis dengan menggunakan corporate vehicle, antara lain shell companies atau nominees,” paparnya.

Lebih lanjut, Yasonna mengatakan, kerjasama itu juga sebagai tindaklanjut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penerapan Prinsip Mengenali Pemilik Manfaat dari Korporasi dalam Rangka Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

“Ini menunjukkan kesungguhan Indonesia untuk betul-betul menjadi salah satu negara di dunia yang sangat transparan dalam beneficial ownership,” tambahnya.

Dalam kesempatan sama, ‎Wakil Ketua KPK Laode M Syarif meminta aturan ini tidak disalahartikan sebagai bentuk mengancam dunia usaha melainkan bentuk perlindungan terhada itu sendiri.

“Oleh karena itu maka sistem transparansi keuangan, transparansi kepemilikan itu perlu kita tingkatkan,” lugas Laode M.Syarif.(okz/red)