Relawan Jokowi Jelaskan Skema Dana Talangan BUMN

0

Koran Jurnal, Jakarta – Ketua Umum organ relawan Joko Widodo-Ma’ruf Amin Pojok Satu, Yuyun Pringadi mengatakan, belakangan ini kritik anggota DPR RI marak menghiasi media sosial. Oleh sebab itu, kritikan yang di alamatkan ke BUMN patut direspon secara konstruktif.

Yuyun menjelaskan, terbitnya PP 1 tahun 2020 dan PP 23 tahun 2020 menunjukkan respon pemerintah begitu intens. Penyelamatan Perekonomian Nasional (PEN) menjadi agenda mendesak sebelum ambruknya sektor-sektor ekonomi, di tengah wabah virus Covid 19 yang meluas, namun tidak menyurutkan langkah Pemerintah untuk selalu merespon dinamika perubahan perekonomian global maupun nasional.

“Ketika BUMN di bawah kendali Erick Thohir, bergerak secara eksponensial dan perombakan besar terjadi di mana-mana. Ternyata tidak sedikit yang terluka dan berkepentingan terhadap unit-unit BUMN,” ujar Yuyun, dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Rabu sore (18/06/2020).

Dia mengutarakan, bahwa kritik pun menyeruak dari soal dana talangan hingga soal perombakan BUMN.

“Disinilah terkuak banalitas intelektual elit politik yang semakin absurd, bukan sebaliknya, berfikir cerdas dan memberikan solusi dalam meningkatkan kinerja BUMN,” kata Yuyun.

Yuyun yang juga Peneliti Yp institute for fiscal and monetary policy, mengungkapkan, bahwa betapa tidak, kesan penolakan terhadap dana talangan di tengah wabah Covid 19 pertanda tidak cakap menafsirkan PP 23 tahun 2020 tentang Penyelamatan perekonomian Nasional (PEN). Kecurigaan dan penolakan skema penyelamatan unit-unit BUMN sama halnya membuat daftar panjang ambruknya sektor-sektor
ekonomi.

Padahal, payung hukumnya jelas. UU No 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No.1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, PP 23
tahun 2020 tentang PEN, PP 72 tahun 2016 tentang tata cara penyertaan dan
penatausahaan modal negara – BUMN, Perpres No. 102 tahun 2016 tentang
pendanaan pengadaan tanah, PP 45 tahun 2005 tentang pendirian, pengurusan, pengawasan dan pembubaran BUMN.

Bahkan, Pemerintah pun akan merevisi PP 45 tahun 2020 tersebut demi membuat perusahaan pelat merah lebih akuntabel dan mampu mengembangkan bisnis menjadi lebih besar.

Yuyun menegaskan, bahwa skema dana talangan, pernah diberikan kepada Kemen PURT, Kementerian Kesehatan , tetapi ketika akan diberikan ke Kemen BUMN banyak pihak yang protes.

Kucuran Dana Talangan Untuk 12 BUMN Untuk Kurangi Dampak Pandemi Covid-19

Padahal, Pemerintah mengucurkan dana talangan untuk 12 BUMN, bertujuan untuk mengurangi dampak pandemi virus Corona yang dirasakan perusahaan pelat merah itu.

Bahkan, dana talangan itu relatif tidak terlalu besar sekitar Rp 19,65 triliun
dari Rp 152 triliun atau setara 12 persen.
Justru alokasi terbesar 75 persen
peruntukannya jelas membayar utang pemerintah ke BUMN. Pembayaran itu jangan sampai menjadi bed debt ketika menjalankan kerjasama tugas PSO (public service obligation). Distribusinya pun langsung ke unit-unit BUMN yang membutuhkan suntikan dana segar seperti, PLN, Pertamina dan selebihnya Rp 15,5 triliun berbentuk Penyertaan Modal Negara (PMN).

“Hendaknya para politisi itu menafsirkan
PEN secara komprehensif – integral, bukan dipenggal-penggal lalu dipolitisasi memunculkan konfliktual,” ungkapnya.

Misalnya, unit BUMN seperti PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Pemilik
saham terbesar adalah Pemerintah sebesar 60,5 persen, TransAirways milik
Chaerul Tanjung 30,5 persen dan publik 9 persen.

Namun menurut dia, berdasarkan PP 23 tahun 2020 tentang PEN, dalam ketentuan umum pasal 1 dijelaskan “ program pemulihan ekonomi nasional yang selanjutnya disebut program PEN adalah rangkaian kegiatan untuk pemulihan perekonomian nasional yang merupakan bagian dari kebijakan keuangan negara yang dilaksanakan oleh pemerintah untuk mempercepat penanganan pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid -19) dan/atau menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan serta penyelamatan ekonomi nasional”.

Dia menambahkan, bahwa dalam Pasal 1 tersebut, memberikan peluang dan tidak ada yang dilanggar, bahkan azas keadilan harus terpenuhi.

Terkait saham Pemerintah 60,5 persen tercermin pada pasal 4 yang berbunyi “ investasi pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau aset keuangan dalam jangka panjang untuk investasi dalam bentuk saham, suratutang, dan/atau investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, dan/atau manfaat lainnya”.

Tak cuma itu, dalam tujuan dan prinsip PEN pada pasal 2 berbunyi “
program PEN bertujuan untuk melindungi, mempertahankan dan meningkatkan kemampuan ekonomi para pelaku usaha dalam menjalankan usahanya. Pasal 3 berbunyi program PEN dilaksanakan dengan prinsip: a) azas keadilan sosial, b) sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, 3) mendukung pelaku usaha, d) menerapkan kaidah-kaidah kebijakan yang penuh kehati-hatian serta tata kelola yang baik, transparan, akseleratif, adil dan akuntabel sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan, e) tidak menimbulkan moral hazard, dan f) adanya pembagian biaya dan resiko antar pemangku kepentingan sesuai tugas dan kewenangan masing-masing.
Jika melihat ruang lingkup dan sumber dana PEN, pada pasal 4, PP 23
tahun 2020 berbunyi: 1) PMN, 2) Penempatan dana, 3) Investasi Pemerintah dan/atau 4) Penjaminan. Menelaah empat sumber dana dalam pelaksanaan program PEN pada pasal 8, ayat 2 sub b) berbunyi.”meningkatkan kapasitas usaha BUMN dan/atau anak perusahaan BUMN termasuk untuk melaksanakan penugasan khusus oleh pemerintah dalam pelaksanaan program PEN”.

Selain itu, perlu dipelajari, pemerintah memiliki otoritas penuh terhadap BUMN, sebagai pemilik saham mayoritas. Oleh karenanya, jangan terbalik-balik berpikirnya, pemilik saham minoritas berfikir ekstra “L”, tetapi pemilik saham mayoritas berfikir size “S”.

Namun, kata dia ,lucu dan memalukan, dan tidak beralasan jika skema dana talangan untuk unit-unit BUMN dianggap akal-akalan dan tak lazim dalam ekonomi-bisnis.

“Itu cara berfikirnya banalitas intelektual elit politik yang selalu mengada-ada. Semua mahfum, APBN tidak mengalokasikan dana talangan untuk BUMN, tetapi pemerintah memberikan underwriting atas skema modal kerja investasi Garuda Indonesia, dan itu tidak menyalahi aturan,” ucapnya.

Mengapa sekarang dipermasalahkan? Perlu diketahui, bentuk underwriting atas skema modal merupakan investasi yang lazim dalam dunia bisnis. Artinya, resiko investasi itu ditanggung Garuda Indonesia dalam ruang bisnis, bukan tanggungjawab Pemerintah jika terjadi masalah.

Dalam skema underwriting, PT. Garuda Indonesia itu milik Pemerintah,
karena mayoritas sahamnya ada pada pemerintah. Pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan dan kemen BUMN sebagai operational financial officer yang membolehkan Garuda melakukan penjajakan dan mencari pembiayaan bank atau pinjaman dana venture baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Penempatan dana talangan nantinya berada di bank peserta atau di bank pelaksana, itu soal kebijakan saja. Prinsipnya, Pemerintah memfasilitasi dan memberikan underwriting
sebagai bentuk pencarian pinjaman yang harus diperhitungkan kemudian.

Secara sederhana Underwriting itu adalah proses identifikasi dan seleksi
resiko. Dengan adanya underwriting contract atau suatu perjanjian yang diadakan perusahaan yang akan mengeluarkan sekuritas baru dengan perusahaan lain yang bersedia menjamin untuk pengambilan sekuritas tersebut. Itu berarti satu sama lain memiliki tanggungjawab secara yuridis formal.

“Underwriting dapat dibedakan yakni,
declined risk, substandard risk, standard risk dan prefered risk. Intinya semakin
tinggi resiko, semakin besar pula premi yang dibebankan kepada calon tertanggung,” sebutnya.

Sementara itu, dengan mekanisme skema dana talangan itu semestinya pengkritik tidak parno atau lebai kekhawatiran. BUMN itu kontribusinya besar terhadap APBN. Lebih dari itu, Erick Tohir pun melakukan perombakan jajaran dirut dan komisaris pada intinya untuk meningkatkan kinerja unit-unit BUMN agar menjadi institusi publik berbasis value for money.

“Masyarakat harus merespon positif, bahwa yang dilakukan Erick Tohir semata-mata untuk menata kembali BUMN agar lebih profesional, transparan, akuntabel, good governance dan berbasis kinerja. Semoga lebih baik,” tutupnya.(red)