Koran Jurnal, Jakarta – Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang telah menjadi agenda nasional tak hanya memprioritaskan aspek infrastruktur semata. Akan tetapi, aspek pertahanan perlu diperhitungkan dengan matang jika ingin pembangunan IKN dapat dilaksanakan secara berkelanjutan.
Dalam gelar pembekalan Forum Strategi II Pasis Dikreg Seskoal Angkatan ke-61, Kamis 25 Mei 2023, Ngasiman Djoyonegoro, pengamat intelijen, pertahanan dan keamanan, mengungkap potensi ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan (ATHG) yang mungkin muncul. Itu sebabnya, aspek pertahanan sangat penting dalam pembangunan IKN
“IKN yang berada di jalur Air Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) II berpotensi menjadi wilayah perlintasan kapal selam aliansi militer AUKUS. Terutama jika ketegangan di Laut China Selatan (LCS) meningkat. Kerawanan IKN jadi meningkat,” kata Ngasiman Djoyonegoro di Jakarta kepada media, Jum’at (26/5/2023).
Agenda pembekalan Forum Strategi II Pasis Dikreg Seskoal Angkatan ke-61, dibuka oleh Laksamana Pertama TNI Fauzi yang merupakan Wadan Seskoal, dan diikuti sebanyak 109 orang yang terdiri dari 101 orang merupakan Pasis AL, 2 orang Pasis AD, 2 orang lainnya dari Pasis AU, dan dari Pasis Polri berjumlah 4 orang, selain itu hadir pula para Pembina dan Pengasuh Seskoal.
Pembekalan Forum Strategi II Pasis Dikreg Seskoal Angkatan ke-61 ini juga sekaligus sebagai instrumen penguatan pertahanan dalam lanskap mereaksikan isu-isu strategis di kawasan.
Seperti diketahui, di kawasan Asia Pasifik sendiri terdapat beberapa aliansi militer yang salah satunya adalah AUKUS. AUKUS adalah aliansi militer tiga negara, Australia, Inggris, dan Amerika yang merespon situasi di LCS. Dalam kesepakatannya, Amerika memberikan bantuan kapal selam tenaga nuklir kepada Australia.
Untuk membawa kapal selam dari Australia ke LCS, kapal selam itu tentu harus melewati Indonesia. Rute paling dekat adalah jalur ALKI II.
Potensi ATHG yang lain, kemajuan ekonomi di jalur IKN, memposisikan ALKI II sebagai kawasan yang terbuka. Tak hanya terhadap perdagangan komoditas legal, tetapi juga komoditas ilegal, seperti narkoba, black market hingga perdagangan manusia.
“Situasi ini menuntut banyaknya titik poin pertahanan, utamanya oleh TNI. Termasuk, operasi dan patroli. TNI harus mempersiapkan diri dengan program dan peralatan yang lebih canggih,” kata Simon yang juga merupakan Rektor Institut Sains dan Teknologi Al-Kamal Jakarta.
Gelar kekuatan militer negara adidaya, jelas tidak akan jauh-jauh dari lautan Indonesia. Pasukan dan alutsista yang beroperasi di darat, laut dan udara, serta di ranah siber dan di ruang angkasa akan dikerahkan secara penuh untuk membendung kekuatan serangan China di kawasan Pasifik.
“Multi Domain Operation tak bisa ditawar lagi, kebijakan, program, SDM dan kelembagaan mulai diarahkan untuk menyiapkan multi-domain Operation,” ungkap Simon
Multi Domain Operation merupakan serangkaian kebijakan yang bertujuan untuk membangun interoperabilitas antar Matra sehingga serangan bisa lebih terarah dan efektif.
“Semua itu dikerangkakan dalam Revolution in Military Affairs (RMA). Indonesia telah memulai langkah RMA ini sejak Industri pertahanan digalakkan. Sekarang tinggal bagaimana meningkatkan relevansi RMA tersebut untuk pertahanan IKN,” imbuh Simon.
Serangkaian kebijakan, program, SDM maupun kelembagaan fakta sejarahnya harus ditunjang dengan struktur fundamental yakni relasi dalam bentuk sinergi atau perimbangan (balanced of power) untuk terus diulas, baik di masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang guna mengokohkan posisi Indonesia dalam permainan global.
“Setidaknya untuk mencapai relasi sinergi minimal memenuhi 4 instrumen dasar, yakni; diplomasi, informasi, militer, dan ekonomi (DIME). Karena dengan terpenuhinya 4 instrumen tersebut yang tangible (berwujud nyata) itu akan mendorong instrument of power (instrumen kekuatan),” lugasnya.(*)