Koran Jurnal, Jakarta – Praktik korupsi di Indonesia kian menggila dan terkesan tidak terkendali. Hukuman penjara tidak membuat pelaku penjarah kekayaan negara berhenti melakukan praktik mengumpulkan harta kekayaan yang membuat masyarakat kian menderita.
Rakyat Indonesia kini dihebohkan kasus mega korupsi di Pertamina yang diungkap Kejaksaan Agung (Kejagung). Hanya dalam lima tahun (2018-2023), uang negara berhasil dikeruk para koruptor yang gentayangan di tubuh PT Pertamina sebesar Rp968,5 triliun.
Presiden Prabowo Subianto harus mengambil langkah tegas terkait kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di Pertamina.
“Jika Presiden Prabowo tidak berani bersikap, Indonesia akan hancur akibat ulah para koruptor,” kata Ketua Eksekutif Indonesian Accountability Watch (IAW) Hasan Basri kepada media, Kamis (6/3/2025).
IAW mengusulkan dan mendukung Presiden Prabowo Subianto agar berani menerapkan hukuman mati kepada para koruptor. Rakyat sudah cukup menderita dengan ulah para koruptor yang terus menggerogoti kekayaan negara untuk memperkaya diri dan kelompoknya.
Dikatakan Hasan Basri, pihaknya pada Rabu (5/3/2025) telah melaporkan kasus mega korupsi di Pertamina ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apa yang dilakukan para koruptor di Pertamina dengan mengatasnamakan negara merupakan kejahatan yang luar biasa. Rakyat di seluruh Indonesia hanya bisa mengurut dada.
Mereka mengoplos bahan bakar minyak (BBM) Pertalite RON 90 menjadi Pertamax RON 92. Hasil pengoplosan itu kemudian dijual kepada masyarakat melalui SPBU Pertamina di seluruh wilayah Indonesia. Rakyat dan negara telah dikhianati skandal koruptor yang paling mengerikan di negeri tercinta dengan nilai total Rp968,5 triliun.
“Pelakunya sudah selayaknya dihukum mati,” tegas Hasan Basri. Uang rakyat hampir 1.000 trilun rupiah menguap begitu saja, bukan karena bencana alam melainkan ulah para pengkhianat bangsa. Modus kejahatan yang dilakukan korporasi dalam bentuk beli RON 90, tatapi laporan beli RON 92.
IAW menagih janji dan komitmen Presiden Prabowo dalam penegakan hukum terkait pemberantasan korupsi yang telah mengakar dalam birokrasi pemerintahannya. “Rakyat menunggu keseriusan Presiden Prabowo dalam pemberantasan korupsi yang berakibat Indonesia diambang kehancuran,” tegas Hasan.
IAW lanjut Hasan Basri mendesak KPK segera turun tangan menangkap siapa saja terlibat kasus korupsi Pertamina tanpa pilih kasih. Data IAW menyebutkan banyak pihak ikut menikmati hasil mega korupsi tersebut. “Kami sudah menyerahkan data-data keoada KPK ” tuturnya.
“Jangan hanya sebatas 9 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung. Kami menduga banyak pihak lain ikut terlibat, ini harus diusut tuntas. KPK harus ikut bergerak mengusut korupsi Pertamina hingga tuntas. Jangan hanya ke akar saja, ke pucuk juga harus diusut. Tangkap aktor intelektualnya, jangan dibiarkan mereka terus gentayangan menggerogoti kekayaan negara,” tegas Hasan Basri lagi.
Selama lima tahun para koruptor di Pertamina dengan leluasa menjalankan aksinya tanpa ada yang curiga. Ada kesan bahwa para koruptor ini sudah menyiapkan strategi jitu sehingga aksi korupsi yang mereka lakukan dari tahun 2018 sampai 2023) tidak tercium aparat penegak hukum.
Masa pandemi Covid 19, rakyat seluruh Indonesia menderita, para koruptor di Pertamina malah pesta pora dengan uang ratusan triliunan rupiah hasil kejahatannya.
Para koruptor di Pertamina dengan leluasa melakukan pengoplosan pertalite menjadi pertamax oleh PT Orbit Terminal Merak (OTM) di Cilegon, Banten. Modus operandi yang ditemukan termasuk impor BBM RON 92 oleh PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN), namun yang diterima justru RON 88 atau 90.
IAW juga meminta Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) segera turun tangan untuk menelusuri aliran dana hasil korupsi Pertamina yang nyaris mencapai Rp1000 triliun. Kuat dugaan banyak pihak ikut menikmati hasil korupsi tersebut.
Enam petinggi Pertamina telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejagung, Senin (3/3/2025). Mereka diduga aktor utama dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang. “Aktor intelektualnya pasti ada, ini harus diusut sampai tuntas,” pinta IAW.
Para tersangka berasal dari jajaran direksi anak usaha Pertamina serta pihak swasta yang diduga terlibat aksi mengeruk kekayaan negara sejak 2018 hingga 2023.
Mereka adalah, Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping dan Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, Maya Kusmaya selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga serta Edward Corne Vice President (VP) Trading Operation Pertamina Patra Niaga.
Tiga tersangka lainnya dari sektor swasta, yakni Muhammad Keery Andrianto Riza selaku Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa dan PT Jenggala Maritim dan Gading Ramadan Joede selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.
IAW mempertanyakan, apa mungkin pelakunya cuma 9 orang dengan hasil kejahatannya hampir 1.000 triliun rupiah. Ini tugas aparat penegak hukum, baik Kejagung maupun KPK untuk mengurai siapa saja ikut bermain di balik mega korupsi ini.
“Tak ada hukuman yang pantas bagi mereka, selain hukuman mati,” imbuhnya.(**)