Koran Jurnal, Jakarta – Sekretaris Divisi Advokasi Partai Demokrat, M.M Ardy Mbalembout, S.H.,M.H., CL mengajukan banding ke Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Banding tersebut dilakukan tim Advokasi Partai Demokrat dikarenakan Peradi tidak dapat memeriksa dan mengadili Dr. Firman Wijaya, S.H.,M.H. dengan alasan salah alamat.
Sebelumnya, Ardy Mbalembout, S.H.,M.H.,CL mengadukan advokat Dr. Firman Wijaya, S.H.,M.H selaku pengacara Setya Novanto yang telah melontarkan perkataannya kepada media massa nasional tentang tudingan peran keterlibatan Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono dalam kasus proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto.
Berdasarkan pertimbangan yang dilihat dari beberapa fakta dimana sampai saat ini Mahkamah Agung masih tetap mengakui bahwa organisasi besar Advokat yang ada di Indonesia hanya ada dua yaitu Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) dan KAI (Kongres Advokat Indonesia) tanpa melihat perpecahan yang terjadi di dalam Peradi.
Ardy menuturkan, pada dasarnya perpecahan yang terjadi di Peradi merupakan masalah internal yang sebenarnya tidak perlu berdampak keluar organisasi itu sendiri. Selain daripada itu gugatan yang diajukan Fauzie Yusuf Hasibuan, S.H., M.H dan Thomas E Tampubolon, S.H.,M.H. terhadap Dr. Luhut MP Pangaribuan, S.H.,LL.M dan Sugeng Teguh Santoso, S.H.,M.H. sudah cukup jelas membuktikan bahwa sebenarnya Fauzie Hasibuan, S.H.,M.H. dan Thomas E Tampubolon, S.H.,M.H. masih beranggapan bahwa Peradi masih dibawah kepemimpinannya dan memiliki tanggung jawab atas Peradi saat ini. Hal tersebut juga diperkuat dengan adanya Deklarasi Pendirian Perhimpunan Advokat Indonesia pada tanggal 21 Desember 2004 di Jakarta yang ditandatangani oleh 8 (delapan) kelompok advokat Indonesia yang sepakat mengangkat Dr. Otto Hasibuan, S.H., M.H. sebagai Ketua Umumnya saat itu dan saat ini digantikan oleh Fauzie Yusuf Hasibuan, S.H.,M.H. Deklarasi tersebut semakin diperkuat dengan adanya Akta Pernyataan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) yang dibuat di hadapan Notaris Buntario Tigris, S.H.,S.E.,M.H. pada tanggal 8 September 2005.
Menurut Ardy, dari beberapa fakta tersebut sudah cukup jelas membuktikan bahwa tidak ada alasan untuk tidak dapat memproses dan memeriksa Dr. Firman Wijaya, S.H.,M.H. sebagaimana diatur dalam pasal 6 sampai dengan pasal 8 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Advokad terkait penindakan.
“Sebagai organisasi Advokat yang memiliki status hukum yang sah, sebaiknya Dewan Kehormatan PERADI Daerah DKI Jakarta versi Fauzie Yusuf Hasibuan S.H.,M.H. menunjukkan profesionalitasnya untuk segera menentukan keputusan dan mengambil tindakan tegas atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh Dr. Firman Wijaya, S.H.,M.H,” tukasnya dalam siaran pers yang diterima wartawan melalui pesan singkatnya di Jakarta, Jum’at (04/05/2018).
“Kami harapkan fakta-fakta yang telah disebutkan tadi menjadi bahan pertimbangan Dewan Pimpinan Nasional untuk segera memproses aduan dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Dr. Firman Wijaya, S.H.,M.H. tanpa harus memberikan alasan salah alamat,” tandasnya.(ton/rl)