Koran Jurnal, Jakarta – Kementerian Pertanian melalui Badan Karantina Pertanian menyatakan kesiapannya untuk menjadi tuan rumah pertemuan Indonesia-Australia pada Kelompok Kerja Pertanian, Pangan dan Kehutanan, atau Working Group on Agriculture, Food and Forestry Cooperation (WGAFFC) ke-22 di tahun 2019. Agenda tersebut akan menjadi ajang penguatan kerjasama bidang pertanian antara ke dua negara termasuk mendorong kapasitas ekspor komoditas unggulan Indonesia ke negeri kangguru tersebut.
“Persiapan telah dilakukan dan pelaksanaannya akan digelar pada bulan Juni atau Juli tahun depan,” kata Banun Harpini, Kepala Badan Karantina Pertanian (Barantan) selaku co-chair Indonesia untuk WGAFFC melalui keterangan tertulisnya di Jakarta (27/12/2018).
Menurut Banun, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan perwakilan Australia pada hari Rabu (19/12) di Jakarta dan disepakati agenda pembahasan WGAFFC ke-22 untuk sektor pertanian dan kehutanan. Hadir mewakili pemerintah Australia pada pertemuan kali ini adalah First Assistant Secretary, Trade Market Access, Department of Agriculture and Water Resources Australia, Louis van Meurs, First Assistant Secretary.
Pada pertemuan sebelumnya yang diadakan pada bulan Februari 2018 di Meulbourne, Indonesia telah berhasil mencapai kesepakatan diantaranya disetujuinya metode iradiasi untuk ekspor komoditas mangga dan buah naga, juga ekspor produk olahan ayam yang harus sesuai dengan persyaratan biosecurity Australia.
“Persetujuan ini menjadi penting bagi ekspor buah mangga dan buah naga Indonesia karena dapat lebih bertahan lama. Sementara di pihak Australia dicapai kesepakatan berupa importasi benih kentang yang harus sesuai dengan ketentuan perkarantinaan di Indonesia,” jelas Banun.
Khusus eksportasi mangga asal Indonesia, Kepala Pusat Karantina Tumbuhan dan Keamanan Hayati, Barantan Dr. Antarjo Dikin juga meminta Australia untuk segera mengirimkan ahli iradiasi dari IAEA Austria. Hal ini guna ditindaklanjuti kedepan kerjasama dengan BATAN dalam penyempurnaan prosedur standard radiasi buah mangga.
Antarjo yang mendampingi Banun dalam pertemuan kali ini juga menekankan beberapa hal teknis perkarantinaan yakni meminta Australia agar memberikan kesetaraan perlakuan atau equivalency treatment terhadap buah manggis yang akan masuk pasar Australia berupa penyemprotan udara bertekanan atau air brush presure pengganti fumigasi dengan gas Methyl Bromida. Juga meminta pihak Australia untuk segera buka pasar ekspor buah naga karena telah memenuhi persyaratan masa dengar pendapat publik, atau public hearing consultation telah berakhir.
Dari data Kementerian Pertanian, tercatat nilai ekspor komoditas pertanian Indonesia ke Australia senilai 126,53 juta USD atau sebesar 1,77 T rupiah. Dengan komoditas unggulan diantaranya adalah kedelai, kakao, kopi, karet dan nanas. “Kerjasama Indonesia-Australia khususnya dibidang pertanian telah berlangsung lebih dari 20 tahun dan saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Untuk itu kerjasama bilateral ini harus terus diperkuat,” tambah Banun.
Selain pembahasan mengenai perdagangan komoditas pertanian, juga dibahas agenda terkait kehutanan dan peningkatan kapasitas, capacity building bagi petugas karantina khususnya dalam hal keamanan pangan atau biosekuriti. Pembahasan isu-isu tersebut nantinya akan dibagi kedalam kelompok kerja atau taskforce masing-masing adalah Taskforce Crops and Plant Product, Taskforce on Livestock and Animal Products dan Taskforce on Forestry.
Selain membawa agenda negosiasi khusus bagi produk pertanian yang bakal menembus pasar Australia, Banun juga berencana fokus pada penguatan sistem sertifikasi perkarantinaan.
“Akses pasar untuk produk buah tropis seperti manggis, pisang dan buah lainnya akan menjadi fokus agenda dari kami. Juga kerjasama terkait Animal Health Certificate dan penguatan e-cert Indonesia-Australia yang telah berjalan,” tandas Banun.(ton/Hum)