Koran Jurnal, Bali – “Emisi gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global memerlukan tindakan nyata seluruh pihak dalam melaksanakan upaya mereduksi emisi gas rumah kaca, dan pada saat bersamaan mengembangkan inisiatif global guna adaptasi dan mitigasi perubahan iklim,” ujar Fadjry Djufry Kepala Badan Litbang Kementan, saat membuka pertemuan the 9th Global Research Alliance (GRA) Green Gas Houses and Emission Council Meeting pada 6-7 September 2019 di Bali.
Pertemuan yang dihadiri perwakilan 56 negara ini akan dirangkaikan dengan the 5th Global Science Conference on Climate Smart Agriculture yang akan dilaksanakan di Jimbaran, Bali pada 8-11 Oktober 2019. Fadjry mengatakan climate change atau perubahan iklim adalah hal yang nyata dan telah memberikan dampak yang ekstrim di berbagai negara.
Lebih lanjut dikatakan sektor pertanian adalah yang paling rentan menghadapi cuaca yang ekstrim karena perubahan iklim, sementara pertanian harus dapat berproduksi tinggi untuk memenuhi kebutuhan pangan.
Fadjry selaku Ketua GRA yang baru, mengingatkan pentingnya dukungan dan kolaborasi seluruh pihak menghadapi perubahan iklim. “Dunia menunggu implementasi system manajemen berbasis sains untuk pangan dan pertanian yang lebih kuat,” kata Fadjry.
Fadjry mengemukakan visi GRA satu tahun ke depan, GRA menjadi majelis terkemuka di dunia dalam penelitian dan pengembangan teknologi, terkait adaptasi terhadap iklim ekstrem, dan mitigasi gas rumah kaca pertanian.
Sebagai informasi, Global Research Alliance on Agricultural Greenhouse Gases (GRA) sejak 2009 telah mempunyai anggota 56 negara. Aliansi ini membawa negara-negara anggotanya untuk mencari dan mempraktekan cara untuk mengembangkan pertanian guna memperoleh pangan berlimpah tanpa harus meningkatkan emisi gas rumah kaca.
Kegiatan Aliansi ini melaksanakan empat grup riset, yaitu Paddy Rice, Livestock, Cropland, dan Integrative. Setiap grup riset melaksanakan pertemuan rutin guna mengevaluasi kemajuan kegiatan yang sedang dilaksanakan dan juga membahas isu-isu terkini. Pertemuan tahunan kali ini, Indonesia bertindak sebagai Ketua Konsil, dengan mengambil tema ‘Decision support tools’ yang fokus kepada sains dan training pada GRA’s Research Groups.
Pemerintah Indonesia sendiri menurut Fadjry, melalui Kementerian Pertanian terus mendorong dan mengembangkan sistem pertanian yang ramah iklim dan ramah lingkungan. Pemerintah terus bermitra dengan negara lain dan beberapa lembaga internasional agar sistem pertanian ramah iklim dapat dimodifikasi, diadaptasi dan diterapkan di Indonesia.(hum/red)