Institut Hubungan Industrial Indonesia Menolak Penerapan KRIS, Alasan Ini Disebut

0

Koran Jurnal, Jakarta – Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) meminta pemerintah membatalkan dan mengkaji ulang rencana penerapan kebijakan Kelas Ruangan Inap Standar (KRIS) Satu Ruang Perawatan bagi peserta jaminan kesehatan nasional atau BPJS.

Hal itu disampaikan Ketua IHII, Saepul Tavip dalam konferensi pers di salah satu hotel di Jakarta, pada Selasa sore (11/3/2025).

Saepul Tavip menyebut, jika pemerintah tetap menerapkan kebijakan KRIS maka diperkirakan akan banyak rumah sakit yang menolak menjadi mitra dari BPJS. Dan penerapan kebijakan ini pasalnya akan menghapus pelayanan ruang perawatan klas 1,2 dan 3 bagi peserta JKN.

“Kebijakan (KRIS) ini berpotensi menimbulkan liberalisasi layanan kesehatan, dimana banyak rumah sakit yang tidak mau bekerjasama dengan BPJS karena harus merenovasi sekian ribu kamar, sehingga pada akhirnya dia akan melepaskan diri dari BPJS dan membuat rumah sakit tersendiri dengan kelas yang lebih baik. Dan bagi orang yang tidak nyaman dengan KRIS akan berpindah dan ini membuka ruang bagi Asuransi Kesehatan Swasta untuk masuk disitu,” beber Saepul.

“Jadi kami saat ini tetap pada sikap menolak, karena berpotensi menimbulkan kerugian pada masyarakat yang membutuhkan layanan kesehatan berkualitas,” tandasnya menambahkan.

Lebih lanjut Saepul membeberkan, alasan pihaknya menolak penerapan kebijakan tersebut, karena pembahasan terkait KRIS Satu Ruang Perawatan dengan maksimal 4 TT tidak pernah melibatkan Masyarakat dan terkhusus SP/SB sehingga rencana tersebut akan menurunkan kualitas layanan kepada pekerja dan keluarganya. Seharusnya dengan mengacu pada UU No. 13 Tahun 2022 tentang perubahan kedua UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangan, rencana penerapan KRIS tersebut harus melibatkan Masyarakat.

“Kami khawatir dengan penerapan KRIS Satu Ruang Perawatan berpotensi besar mendukung terjadinya defisit pembiayaan JKN sehingga pelayanan JKN kepada masyarakat termasuk pekerja/buruh dan keluarganya akan semakin menurun,” lanjutnya.

Koordinator Advokasi BPJS Watch Timbul Siregar mendorong pemerintah melalui Kementerian Kesehatan, untuk mengkaji ulang rencana kebijakan KRIS. Sebab dikhawatirkan kebijakan ini justru membuka ruang bagi Asuransi Kesehatan Swasta.

Timbul juga mendorong agar pemerintah memperkuat layanan yang sudah baik seperti di kelas 1 dan 2 serta melakukan perbaikan layanan pada kelas 3, yang dinilai masih belum ideal atau layak.

“Rawat inap untuk kelas 1, 2 dan 3 jangan dihapus, untuk kelas 3 bisa diperbaiki saja. Contoh untuk kelas 3 kamar mandi ada yang diluar, ayo dimasukkan kedalam agar pasien kalau mau ke kamar mandi tidak jauh,” imbuhnya.

Seperti diketahui, Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2024 khususnya pasal 46 ayat 7 mengamanatkan diterapkannya Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Kebijakan ini rencananya akan mulai dilakukan secara utuh pada tanggal 1 Juli 2025 mendatang.(**)