Koran Jurnal, Jakarta – Tim Task Force dari pemerintah Indonesia mendesak etikad baik dari pihak Pemerintah Australia dalam hal ini PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) Pty. Ltd. (‘PTTEP AA’) untuk sesegera mungkin merespon penyelesaian permasalahan tumpahan minyak Montara yang terjadi di wilayah perairan Indonesia melalui Laut Timor, NTT pada 21 Agustus 2009 silam.
Diketahui pada 21 Agustus 2009, ladang minyak Montara di Australia meledak dan menumpahkan crude oil selama 74 hari. Peristiwa ledakan ladang minyak Montara tersebut merupakan insiden tumpahan minyak terburuk dalam sejarah Australia. Tumpahan minyak tersebut masuk perairan Indonesia melalui Laut Timor, NTT yang kemudian mencemari perairan Laut Timor, NTT.
Akibat tumpahan minyak tersebut, telah menyebabkan rusaknya biota laut dan hilangnya mata pencaharian utama masyarakat Timor Barat, NTT berupa budi daya rumput laut dan penangkapan ikan.
“PTTEP Australasia (Ashmore Cartier) Pty. Ltd. (‘PTTEP AA’) adalah perusahaan yang bertanggung jawab atas peristiwa tersebut. PTTEP AA didirikan, terdaftar dan tunduk pada hukum Australia, oleh karena itu PTTEP AA harus bertanggung jawab penuh untuk menyelesaikan permasalahan tumpahan minyak Montara dengan memberikan kompensasi yang sepadan,” lugas Cahyo R. Muzhar, salah satu tim Task Force dari pemerintah Indonesia dalam pernyataan persnya di kantor Ditjen AHU Kemenkumham, Jalan HR.Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Selasa (18/12/2018).
Cahyo yang juga sebagai Direktur Jenderal (Dirjen) Adminstasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menuturkan, sudah saatnya Pemerintah Australia bertanggung jawab terhadap penyelesaian kasus tumpahan minyak Montara di Laut Timor, Nusa Tenggara Timur (‘NTT’).
Ia mengungkapkan, tahun ini sudah memasuki tahun kesembilan, penyelesaian kasus tumpahan minyak dari ladang Montara di wilayah Australia yang masuk ke perairan Indonesia melalui Laut Timor tidak kunjung selesai.
“Pemerintah Indonesia sudah memberikan perhatian serius pada penyelesaian tragedi tumpahan minyak Montara, hal ini terlihat dari keputusan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman pada 29 Agustus 2018 yang membentuk Task Force penyelesaian permasalahan tumpahan minyak Montara,” ujar Cahyo.
Adapun tim Task Force dari pemerintah Indonesia yakni beranggotakan Cahyo R. Muzhar (Dirjen AHU, Kemenkumham), Purbaya Y. Sadewa (Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman), Prof. Hasjim Djalal (Ahli Hukum Laut), Fred Lonan (Staf Khusus, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman), dan Ferdi Tanoni (Ketua Yayasan Peduli Timor Barat) sebagai penjuru dalam percepatan penyelesaian permasalahan tumpahan minyak Montara.
Menurut Cahyo, selain memiliki legalitas yang jelas, domisili dan status PTTEP AA di Australia menimbulkan tanggung jawab yang tidak kalah pentingnya bagi Pemerintah Australia untuk turut andil dalam penyelesaian permasalahan tumpahan minyak Montara.
Pemerintah Australia, tambah Cahyo, juga memiliki tanggung jawab berdasarkan Pasal 193 UNCLOS yang menyatakan bahwa Negara mempunyai kedaulatan untuk mengeksplor sumber dayanya sendiri dan menjaga dari kerusakan lingkungan.
“Sampai hari ini, Pemerintah Australia tidak bereaksi terhadap permintaan Pemerintah Indonesia yakni: berkomitmen untuk menyelesaikan kasus tumpahan minyak Montara; membentuk Task Force Pemerintah Australia untuk dapat bekerja sama dengan Task Force Pemerintah Indonesia; membangun komunikasi yang responsif, cepat dan berkelanjutan dengan Task Force Pemerintah Indonesia; mengambil langkah-langkah yang cepat untuk memfasilitasi pertemuan dan negosiasi dengan PTTEP AA; dan
sepakat untuk memberikan kompensasi yang menyeluruh kepada Indonesia dan masyarakat Indonesia yang menjadi korban tumpahan minyak Montara,” jelasnya.
“Pemerintah Australia sebagai pihak yang turut bertanggung jawab harus terlibat aktif mendorong PTTEP AA menyelesaikan permasalahan Montara dengan Pemerintah Indonesia dan masyarakat yang terkena dampak,” pungkasnya.(ton)