Tambang Ilegal Makin Marak, Ombudsman RI: Penyelenggara Pertambangan Lalai, Perlu Komitmen Pemerintah

0

Koran Jurnal, Jakarta – Sebagai bentuk komitmen perbaikan pelayanan publik bidang pertambangan khususnya mineral dan batubara, Ombudsman RI melakukan kegiatan diskusi tematik tentang pengawasan terintegrasi dalam rangka pencegahan dan penertiban praktik pertambangan. Pimpinan Ombudsman RI yang juga pengampu Tim Substansi V Bidang Sumber Daya Alam, Dr. Laode Ida mengatakan, kelalaian penyelenggara terkait pertambangan, menyebabkan marak terjadi aktivitas penambangan ilegal.

“Kegiatan pertambangan adalah produk pelayanan publik, seharusnya tidak bisa menambang sebelum memperoleh izin. Ketika penyelenggara pelayanan yang membidangi pertambangan lalai melaksanakan tugas, maka terjadilah pertambangan ilegal,” ungkap Laode Ida dalam sambutannya pada pembukaan diskusi tematik, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (20/06/2019).

Disisi lain, lanjut Laode Ida, lemahnya penegakan hukum menjadi penyebab semakin maraknya aktivitas penambangan ilegal. Ia merilis bahwa kerugian negara atas aktivitas tambang ilegal mencapai lebih dari Rp 100 triliun.

“Pembiaran atas maraknya aktivitas penambangan ilegal oleh pihak berwenang adalah maladministrasi,” kata Laode Ida.

Diskusi tematik pengawasan terintegrasi dalam rangka pencegahan dan penertiban praktik pertambangan dipandu Kepala Keasistenan Ombudsman RI Substansi V (lima) Tumpal Simanjuntak, SH dan pemaparan awal oleh Anggota Substansi V Ilham A Halim, SH. Peserta diskusi adalah instansi terkait antara lain, Kepolisian RI, Badan Informasi Geospasial, Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Ditjen Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian LHK, Ditjen Pajak, Ditjen Bea Cukai, Ditjen Anggaran Kementerian Keuangan, Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, Ditjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, beberapa Dinas ESDM Provinsi dan NGO.

Salah satu laporan yang ditangani oleh Ombudsman RI aktivitas penambangan ilegal perusahaan Sultra Jembatan Emas (SJE). IUP SJE diketahui telah pailit dan lokasi WIUP berada di kawasan hutan yang tidak memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Namun perusahaan SJE tetap melakukan aktivitas penambangan. Bareskrim Polri yang hadir sebagai peserta mengatakan bahwa pihaknya telah membentuk tim untuk mengusut aktivitas SJE. Kemudian Ditjen Gakum telah melakukan penyelidikan, Ditjen Pajak tengah melakukan pengusutan pelanggaran pajak. Selanjutnya Ditjen Perdagangan Luar Negeri menyampaikan hasil penelusuran yang dilakukan, tidak ditemukan adanya izin ekspor tambang atas nama perusahaan SJE. Artinya ekspor penjualan hasil tambang ilegal perusahaan SJE diduga menginduk pada perusahaan lain. Sedangkan Ditjen Perhubungan Laut menyatakan pihaknya akan melakukan deteksi lalu lintas aktivitas pertambangan ilegal.

Diskusi berlangsung selama 4 jam itu menghasilkan sebuah konklusi bahwa pemberantasan pertambangan ilegal dapat terwujud bila ada komitmen dari Presiden. Komitmen yang dimaksud adalah dikeluarkannya instruksi khusus kepada pihak berwenang terkait.(irs/red)