Anang Iskandar: Penegakan Hukum terhadap Narkoter Tidak Boleh Parsial dan Beda Arah

0

Koran Jurnal, Jakarta – Aktivis dan Pengamat Narkoter (narkotika, korupsi dan terorisme) Anang Iskandar mengatakan, penegak hukum tidak boleh parsial dan beda arah dalam menghadapi permasalahan narkotika, korupsi dan terorisme. Karena, hal itu dapat membuat negara dan masyarakat kebingungan.

“Akibat parsial dan beda arah menyebabkan trend perkembangan kejahatan narkoter tidak menurun, justru meningkat meskipun penegak hukum menunjukan kinerja baik,” kata Anang dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Minggu (10/11/2019).

Anang menjelaskan, kebingungan negara dan masyarakat ini bukan tanpa alasan. Masyarakat melalui media mengerti kalau penegak hukum sudah melakukan tugasnya.

“Lihat data pengungkapan perkara narkoter yang disidik, dituntut maupun yang dijatuhi hukuman, jumlahnya cukup signifikan, bahkan lapas dipenuhi perkara narkoter,” terangnya.

Tetapi kenyataannya, kata Anang, mengapa perkembangan masalah narkoter tidak kunjung mereda, mengapa bisa begitu, apa yang salah?

Menurut Anang, kebingungan negara ditunjukan dengan adanya duplikasi penyidik untuk kejahatan narkotika, bahkan kejahatan korupsi terjadi triplikasi penyidik yaitu penyidik polri, penyidik kejaksaan dan penyidik KPK.

Dikatakannya, duplikasi maupun triplikasi penyidik saja sudah masalah, meskipun secara teori bisa dilaksanakan karena sudah diatur mekanisme hubungan dan kerjasamanya.

“Tetapi prakteknya sulit dilaksanakan, yang muncul justru saling curiga, terjadi persaingan yang tidak sehat, akhirnya spiritnya menjadi “memilih” tugas yang ringan tetapi eye catching yang hanya menguntungkan petugas,” ungkapnya.

Bahkan, kata dia, penegak hukum narkotika kehilangan kesabaran sehingga penyalah guna narkotika yang nota bene dalam keadaan sakit adiksi dengan gangguan kejiwaan, dan terbukti sebagai penyalah guna untuk diri sendiri, nyatanya dipaksakan dilakukan penahanan dan dijatuhi sanksi penjara.

“Penegak hukum narkotika juga berkewajiban memberantas jaringan peredaran gelap narkotika dengan cara menelusuri aset bandar narkotika yang tertangkap. Dengan metode penelusuran aset akan terkuak jaringan bisnis narkotikanya,” tutur Anang.

“Karena tingkat kerepotan dan tantangan memberantas jaringan ini tinggi, akhirnya tidak banyak dilakukan,” tambahnya.

Senada dengan masalah narkotika, lanjut Anang, penegak hukum korupsi juga banyak yang spiritnya hanya menangkap koruptor, padahal tugas filosofis mereka yaitu mengembalikan keuangan negara dengan mengejar dimana uang hasil korupsi ditaruh atau dititipkan kepada siapa uang tersebut.

“Penindakan terhadap perkara tindak pidana pencucian uang berasal dari korupsi jauh lebih penting daripada menindak koruptornya, karena akan berdampak pada efek jera yang sangat dalam,” ujarnya.

Selain itu, kata Anang, spirit penegak hukum korupsi dalam bidang pencegahan juga tidak fokus, padahal subyek hukum perkara korupsi adalah Aparatur Sipil Negara (ASN) atau yang dipersamakan.

“Dari sekian banyak ASN, hanya beberapa pejabat yang potensial menjadi koruptor yaitu pengguna anggaran, kuasa pengguna anggaran, penjabat pembuat komitmen dan bendahara serta pejabat lelang. Kalau bisa fokus mencegah dan mengawasi pejabat tersebut pada setiap satker, saya yakin indonesia bebas dari masalah korupsi,” paparnya.

Demikian pula permasalahan penegak hukum terorisme. Menurutnya, ini adalah penegakan hukum yang sangat merepotkan, lebih memerlukan kringet.

Dikatakan Anang, teroris itu secara mental menentang Pancasila dan negara kesatuan yang diwujudkan dengan tindakan secara radikal dan meresahkan masarakat.

“Mental yang merongrong kewibawaan Pancasila dan NKRI adalah mental yang berpotensi menyimpang, penegakan hukumnya lebih mengutamakan deradikalisasi dari pada pemenjaraannya,” katanya.

“Pemenjaraan penting, tetapi lebih urgen dilakukan deradikalisasi dalam penjara secara persona kepada tersangka pelaku pada tingkat penyidikan, penuntutan dan pengadilan serta paska putusan hakim,” tambahnya.

Dia menllai, hidup bersama dengan mereka yang mentalnya kecanduan merongrong pancasila dan NKRI bisa jadi menularkan pada generasi berikutnya apabila tidak dilakukan deradikalisasi dengan benar.

“Ini adalah masalah yang harus diawasi dan dikontrol pelaksanaannya agar indonesia tidak menjadi sarang berkembangnya masalah teroris yang bersifat global,” ungkapnya.

Oleh karena itu, terang dia, penegakkan hukum tidak boleh beda arah. Penegakan hukum kejahatan narkoter diatur secara khusus dan “berbeda” dengan kejahatan lainnya.

Dimana arah politik hukum pemerintah tercantum dalam UU khusus, dengan tujuan dan misi penegakan hukum disebutkan secara lengkap dan utuh.

Menurutnya, penegakan hukum lengkap dan utuh adalah pembedanya bila dibandingkan dengan kejahatan pada umumnya.

“Oleh karena itu penyidik dan penuntut tidak boleh beda arah, dan melaksanakan penuntutan parsial dalam perkara narkoter, serta hakim harus mengasah kecermatan dalam menjatuhkan jenis sanksi yang menjadi filosofi kejahatan narkoter, jangan asal dipenjara,” pungkasnya.(red)