Netralitas ASN, Akmal Malik: Pejabat Publik Harus Netral dalam Pemilu

0

Koranjurnal.co.id, Jakarta – Indonesia masih dihadapkan dengan berbagai tantangan Pemilu 2019, salah satunya adalah terkait Netralitas Kepala Daerah dan Aparatur Sipil Negara (ASN).

Sekretaris Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Sesditjen Otda Kemendagri) Akmal Malik mengatakan, untuk menjunjung tinggi netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilu, dibutuhkan kesadaran dari pejabat publik itu sendiri agar pelanggaran atau sanksi kedisiplinan sebagaimana diatur sesuai dengan undang-undang tidak terjadi.

“Pejabat publik harus netral,” kata Akmal Malik saat diskusi media bertajuk ‘Netralitas Kepala Daerah dan ASN di Pemilu 2019 yang diadakan Pusat Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah (PKDOD) Kedeputian Bidang Kajian Kebijakan (DKK) Lembaga Administrasi Negara (LAN) Republik Indonesia di kantor LAN, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (04/10/2018).

Sebelumnya, dalam menyikapi persoalan netralitas pada pemilu, Akmal mengutarakan pentingnya sikap bijak dalam memposisikan diri sebagai pejabat publik.

“Kapan pejabat publik menjadi pejabat publik, kapan menjadi personal,” ujarnya.

Akmal menegaskan, bahwa sanksi dan aturan hukum tentang ASN sudah diatur secara jelas perihal keterlibatan pejabat publik dalam pemilihan umum. Peraturan KPU (PKPU) No. 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilu menegaskan, pengaturan hal-hal yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan kepala daerah. Hal-hal yang Boleh dilakukan, yakni: (a) Berkampanye (ps-59 ay-2); (b) Menjadi anggota tim kampanye (ps-59 ay-3); (c) Cuti di luar tanggungan negara (ps-62 ay-1&2); dan (d) Berkampanye di hari libur. PKPU tersebut dengan jelas telah mengatur hal-hal yang Tidak Boleh dilakukan, yakni: Menjadi ketua tim kampanye (ps-63 ay-1); dan Menggunakan fasilitas negara, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara (ps-64 ay-1).

“Dua hal, pertama tidak menyalahgunakan wewenangnya yang diberikan oleh negara untuk kepentingan-kepentingan tertentu. Dan kedua tidak menggunakan fasilitas-fasilitas negara, serta tidak membuat kebijakan-kebijakan tertentu,” lugasnya.

Dalam kesempatan sama, Kedeputian Bidang Kajian Kebijakan LAN RI memberikan beberapa pandangan dan posisi menyikapi netralitas ASN.

Pertama, tugas kepala daerah, sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, adalah memimpin pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah. Membagi waktu dan energi untuk urusan lain di luar bidang itu bisa membuat seorang kepala daerah tak optimal mengelola wilayahnya dan dituding melalaikan konstituennya. Secara khusus bagi para Kepala Daerah yang sedang/akan berpartisipasi di masa kampanye Pemilu 2019 yang sedang berjalan sejak 23 September 2018 hingga 13 April 2019, yang waktunya lebih dari 1 (satu) semester. Setiap kepala daerah juga punya setumpuk janji kepada massa pemilihnya yang harus ia lunasi sebagaimana yang telah tertuang dalam visi, misi dan janji politiknya yang telah dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD).

“Kegagalan mengelola urusan ini bisa berdampak panjang terhadap kepentingan publik. Tentu saja hal ini menghasilkan trade-off dan konflik baik kepentingan, konsentrasi, waktu, energi, dan sebagainya. Di satu sisi sebagai Pejabat Negara yang berjanji menjadi Pelayan Publik; di sisi lain sebagai “Petugas Partai” yang menjalankan tugas berkampanye dan menjadi tim sukses. Untuk itu perlu ada aturan yang tegas beserta prosedur standar penegakan hukumnya, agar tidak ada penyalahgunaan kewenangan ataupun fasilitas negara ketika kepala daerah sedang berkampanye, tanpa mengganggu tugas pokok dan tanggung jawab utama para kepala daerah dalam mengelola daerahnya. Hak politik kepala daerah boleh tetap utuh, namun pada saat yang sama, potensi konflik kepentingan serta terabaikannya roda pemerintahan daerah harus bisa diminimalkan. Kepala Daerah juga harus menjadi kunci utama dalam menjaga dan memastikan netralitas ASN di daerahnya,” ulas Hari Supriyadi, Ketua Deputi Bidang Kajian Kebijakan LAN RI dalam siaran persnya.

Selanjutnya kedua, netralitas ASN dan kebebasan dari intervensi politik sangat ditekankan sebagai bagian penting untuk menyelenggarakan pelayanan publik, dan menjadi unsur perekat dan pemersatu bangsa dalam bingkai NKRI. Netralitas birokrasi dalam pemilu cenderung dilematis. ASN memiliki hak politik untuk memilih, namun ASN tidak memiliki kebebasan dalam mengekspresikan hak politiknya tersebut.

“Menjaga dan Memastikan Netralitas Kepala Daerah dan ASN di Pemilu 2019 adalah tugas kita bersama, tidak hanya pemerintah, namun juga non-pemerintah termasuk khususnya rekan-rekan jurnalis, media massa, cetak, elektronik,” pungkasnya.

Turut hadir dalam diskusi tersebut, narasumber dari beberapa instansi pemerintah diantaranya, Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), dan Direktur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).(ton)