Koran Jurnal, Jakarta – Kemenkopolhukam mengeluarkan surat rekomendasi yang ditujukan kepada Kemkumham terkait dengan penanganan kasus Mantan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri, Helmut Hermawan.
Menkopolhukam Mahfud MD melalui Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Kemenkopolhukam Sugeng Purnomo dalam surat rekomendasi tersebut mengatakan bahwa perizinan AHU perusahaan tambang PT CLM yang saat ini diambil alih oleh Zainal Abidinsyah Siregar sebagai Direktur Utama bermasalah dan berpotensi melanggar hukum di kemudian hari.
“Yaitu adanya dugaan pelanggaran pengalihan kepemilikan saham PT CLM berdasarkan Pasal 93A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, bahwa pemegang IUP dan IUPK dilarang mengalihkan kepemilikan saham tanpa persetujuan Menteri ESDM,” ujar Sugeng dalam surat rekomendasi yang dikutip pada Rabu (3/5/2023).
Dalam surat tersebut juga menyebutkan bahwa perubahan pemegang saham melalui Akta Notaris Oktaviana Kusuma Anggraini, Nomor 01 Tanggal 3 November 2022 diduga dilakukan tanpa adanya persetujuan Menteri ESDM dan melanggar Ketentuan Pasal 93A UU Nomor 3 Tahun 2020.
Untuk itu, ia mengatakan bahwa Kementerian ESDM akan melakukan penelaahan terkait sanksi yang akan dijatuhkan kepada Zainal Abidin Siregar, apabila telah terbukti melanggar ketentuan Pasal 93A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Hukum Administrasi Negara, Riawan Tjandra menilai bahwa surat Menkopolhukam Mahfud MD tersebut membuktikan adanya dugaan pelanggaran administrasi dalam kasus PT CLM ini. Untuk itu, dirinya berpendapat bahwa pengusutan tindak pidana atas Helmut Hermawan tidak dapat dilanjutkan jika terdapat dugaan pelanggaran hukum administrasi negara belum dituntaskan dulu.
“Kalau suatu perusahaan melakukan pelanggaran-pelanggaran syarat administrasi seperti perizinan, maka sanksinya ya bukan pidana. Misalnya terjadi pelanggaran syarat-syarat administrasi dalam suatu perusahaan maka perusahaan itu bisa diberikan sanksi berupa suspend, teguran, sampai yang terberat itu bahkan dicabut ijin operasionalnya, itu kalau masih masuk dalam hukum administrasi,” katanya.
Sehingga menurutnya, jika memang merupakan kesalahan administratif dan belum memenuhi unsur pidana, maka penyelesaian secara hukum administrasi negara menjadi yang utama untuk diselesaikan.
Sementara itu, menurutnya dengan adanya UU Cipta Kerja hampir semua ijin lintas kementerian seharusnya sudah terintegrasi dan diproses secara elektronik. Namun, jika berdasarkan rekomendasi Menkopolhukam yang menyebutkan adanya potensi terjadinya pelanggaran hukum di kemudian hari terkait proses perizinan PT CLM, maka prosedural di AHU Kemenkumham perlu dilakukan evaluasi.
“Sekarang dengan adanya UU Ciptaker hampir semua ijin sudah terintegrasi dan diproses secara elektronik. Untuk itu perlu ada evaluasi prosedural pembuatan izin yang melibatkan lintas sektor di AHU Kemenkumham,” ujarnya.(*)