Koran Jurnal, Jakarta – Masyarakat pada berbagai daerah di Indonesia merasakan manfaat dengan hadirnya pendampingan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).
Rakyat yang pada umumnya area lingkungan bermukim maupun usahanya terancam karena bakal tergusur oleh proyek swasta maupun pemerintah akhirnya ditinjau ulang salah satunya berkat Walhi yang mengadvokasi.
Contohnya yang dilakukan Walhi Papua dengan kajian mengenai kerusakan hutan di Timika seluas 38 ribu hektare.
Pada akhirnya mediasi yang diinisiasi mereka menghasilkan keputusan bahwa pemda setempat bersama unsur swasta terkait segera memberikan ganti rugi sesuai yang diinginkan masyarakat.
Selanjutnya, Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Wengki Purwanto menegaskan pihaknya membersamai 1500 warga Nagari Air Bangis, Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumbar, untuk menyamakan persepsi mengenai rencana dimulainya Proyek Strategis Nasional (PSN) di sana.
Hal hampir serupa juga ditempuh Walhi Kepulauan Riau dengan mengedukasi warga untuk bersikap soal rencana proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara.
Begitu juga pada menyangkut Rempang Eco City. Manajer Kajian Hukum dan Kebijakan Walhi Indonesia, Satrio Manggala, memaparkan sejumlah temuannya.
“Jika akhirnya Xinyi menggunakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara, maka tindakan itu tidak ramah lingkungan. Abu dari asap pabrik dari produksi kaca dan PLTU dekat dengan pemukiman warga. Ancaman degradasi lingkungan dikarenakan adanya potensi eksploitasi pasir menjadi bahan baku dasar produksi. Ancaman limbah padat dan berbahaya lainnya. Tawaran pemerintah terkait relokasi warga terdampak yang tetap tinggal di Pulau Rempang akan sangat mengkhawatirkan,” ujar Satrio.
Manager Kampanye Pesisir dan Laut Walhi Indonesia, Parid Ridwanuddin, mengatakan dampak sosial yang menyasar langsung masyarakat harus lebih diperhatikan lagi oleh para stakeholder terkait mengenai wacana itu.
Sedangkan, Direktur Eksekutif Walhi, Zenzi Suhadi, juga buka suara mengenai PSN di Rempang ini.”Masyarakat sipil di Riau, masyarakat sipil nasional dan 28 Kantor Eksekutif Daerah Walhi meminta Presiden mengambil sikap tegas untuk membatalkan program yang mengakibatkan bentrokan dan berpotensi menghilangkan hak atas tanah dan identitas adat masyarakat di 16 Kampung Melayu Tua,” jelas Suhadi.
Sementara itu, di Provinsi Kalteng, Walhi pun menyoroti persoalan yang terjadi di Desa Bangkal, Kabupaten Seruyan, Provinsi Kalteng pada 7 Oktober 2023, lalu.
Bersama belasan organisasi masyarakat sipil lainnya, mereka membebaskan puluhan warga yang sempat diamankan aparat kala melakukan aksi di PT Hamparan Masawit Bangun Persada.(disp)