BIG dan 2 Lembaga Nasional Sepakati Pengembangan‎ Sistem Bidang IG

0

Koranjurnal.co.id, Jakarta – Badan Informasi Geospasial (BIG) bersama 2 lembaga nasional, Komite Akreditasi Nasional (KAN) dan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) menandatangani Nota kesepahaman bersama dalam rangka harmonisasi dan pengembangan sistem akreditasi LSP (Layanan Sertifikasi Profesi) dalam bidang Informasi Geospasial (IG) yang diadakan di Gedung Ali Wardhana Kementerian Perekonomian, Jakarta, Selasa (17/10/2017).

Terbitnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial (IG) merupakan bukti perhatian yang tinggi dari Pemerintah Indonesia akan pentingnya Informasi Geospasial dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Hal ini dipertegas lagi dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta (One Map Policy / OMP) pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000.

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 dan One Map Policy mengamanatkan adanya satu kesatuan sistem referensi, standar, basis data, dan geoportal dalam penyelenggaraan Informasi Geospasial nasional. Di samping itu, Undang-Undang Informasi Geospasial juga mengamanatkan bahwa setiap pelaksana Informasi Geospasial baik perorangan, kelompok orang, badan usaha maupun tenaga profesional dalam badan usaha harus berkualitas tinggi yang dibuktikan adanya sertifikat kompetensi.

“Hal ini menunjukkan bahwa proses penyelenggaraan Informasi Geospasial harus menggunakan sistem yang terstandardisasi dan ditangani oleh tenaga profesional dan industri Informasi Geospasial yang berkualitas dan berkompetensi. Harapannya, informasi geospasial yang dihasilkan akan memiliki kualitas yang tinggi dan dapat dipertanggungjawabkan,” kata ‎Kepala Badan Informasi dan Geospasial Hasanudin Zainal Abidin dalam siaran pers yang terima tim redaksi KoranJurnal di Jakarta.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, sertifikasi tenaga profesional saat ini ditangani oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Namun demikian dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian, diamanatkan bahwa setiap Lembaga Sertifikasi Profesi harus diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). Pelaksanaan kedua Undang-Undang tersebut saat ini masih dalam tahap harmonisasi untuk dapat saling menguatkan. Dalam rangka harmonisasi, maka diharapkan Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) yang sudah akreditasi oleh KAN, dapat secara langsung diterima dan mendapatkan lisensi dari BNSP. Sistem BNSP juga perlu untuk diharmonisasi agar comply dengan standard internasional.
 
Hasan menuturkan, sistem sertifikasi tenaga profesional saat ini, terutama dalam bidang Informasi Geospasial, belum menunjukkan adanya satu sistem yang terintegrasi dan saling pengakuan.

“Sertifikat yang dikeluarkan oleh BNSP belum secara langsung dapat diterima oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK) dan sebaliknya. Badan Pertanahan Nasional (BPN) pun harus melakukan assesmen teknis sendiri dalam rangka menerbitkan lisensi bagi surveyor kadasternya. Padahal sebenarnya sifat pekerjaan dan kompetensi yang dibutuhkan adalah sama yaitu kompetensi bidang Informasi Geospasial,” paparnya.

Saat ini, lanjut Hasan, Badan Informasi Geospasial (BIG) pun sedang mengembangkan sistem akreditasi dan sertifikasi dalam bidang Informasi Geospasial, termasuk didalamnya sistem sertifikasi tenaga professional bidang Informasi Geospasial.

Kondisi tersebut di atas menyebabkan sistem sertifikasi yang tidak efisien dan menyebabkan biaya tinggi baik bagi masyarakat/tenaga profesional maupun bagi pemerintah.

“Sudah saatnya kita harus berubah dan memperbaiki sistem yang ada. Apalagi kita sedang menghadapi era persaingan global yang menuntut bekerja secara smart dan efisien,” tukasnya.‎

Dalam kerangka Indonesia Incorporated, tambah Hasan, kita (BIG) harus dapat membangun suatu sistem akreditasi dan sertifikasi nasional yang terpadu, baik, dan efisien dimulai dari bidang Informasi Geospasial sebagai model percontohan, dan selanjutnya sistem ini disebut dengan One Certificate Policy (OCP).

Hasan menyampaikan, dalam rangka implementasi One Certificate Policy, semua Kementerian dan Lembaga yang terkait dengan pelibatan tenaga professional Informasi Geospasial harus duduk bersama untuk menyusun konsep One Certificate Policy yang credible dan acceptable dalam koordinasi Badan Informasi Geospasial (BIG).

“Dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama kedepan sistem sertifikasi tenaga professional Informasi Geospasial hendaknya cukup hanya satu sistem saja, dengan tetap menjaga mutu yang tinggi dan diakui bersama oleh semua pihak, baik secara nasional maupun internasional,” jelas Hasan.

“Dengan sistem akreditasi dan sertifikasi yang terpadu dan accountable, akan menjadi sarana yang efektif dalam meningkatkan kualifikasi SDM Indonesia, terutama dalam bidang Informasi Geospasial yang kompeten dan kompetitif di level nasional, regional maupun internasional,” pungkasnya.‎

Hadir dan menyaksikan penandatanganan nota kesepahaman tersebut, Menteri Perekonomian Darmin Nasution, dan 3 pimpinan lembaga serta jajaran lembaga terkait.

Pewarta : Anton