Diskorsing RS.Grha Kedoya, Tim Kuasa Hukum: Pemberhentian Kemitraan dr.Hardi Susanto Tidak Ada Hubungannya dengan Pasien

0

Koranjurnal.co.id, Jakarta – Tim kuasa hukum dokter (dr) Hardi Susanto membantah kliennya melakukan malpraktik terhadap pasien berinisial S dan mengklarifikasi kaitannya dengan pemberhentian sementara kemitraan dengan Rumah Sakit Grha Kedoya (RS.GK), seperti dalam pemberitaan yang beredar di berbagai media massa nasional.

Bantahan dan klarifikasi tersebut disampaikan oleh tim kuasa hukum dr.Hardi Susanto kepada wartawan di salah satu restoran kawasan Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Sabtu sore  (21/07/2018).

“Pemutusan kerjasama kemitraan sementara yang tidak ada hubungannya sama sekali dengan kasus pasien S, sesuai isi pemutusan kerjasama kemitraan sementara yang dilatar belakangi adanya masalah internal di dalam RS.GK,” kata kuasa hukum dr.Hardi Susanto, Niru Anita Sagita S.H.

“Sementara ini sedang kami persiapkan langkah hukum terhadap hak-haknya, mengingat klien kami merupakan salah satu di antara pemegang saham rumah sakit,” tukasnya.

Sementara itu terkait dugaan malpraktek terhadap pasien S, Anita menegaskan bahwa tuduhan tidak mendasar pada kliennya (dr.Hardi Susanto) itu tidak benar. Karena, lanjut Anita, seluruh tindakan medis yang dilakukan terhadap setiap pasien dr.Hardi Susanto telah melalui dan sesuai prosedur yang benar (SOP).

“Pernyataan bahwa klien kami (dr.Hardi Susanto) tidak mendapatkan persetujuan atau inform consent (IC) dari pasien S dalam melakukan tindakan kedokteran adalah tidak benar,” jelasnya.

Dalam klasifikasi itu, Anita menerangkan, bahwa IC ditandatangani usai dr.Hardi menjelaskan jika hasil pemeriksaan USG disimpulkan terdapat tumor kistik besar, sehingga diperlukan penanganan medis berupa operasi. Dan saat itu, lanjut Anita, Hardi juga sudah menjelaskan risiko terburuk tindakan operasi yang akan dilakukan.

“Setelah itu pasien S dan kakaknya menandatangani inform consent atau persetujuan tindakan kedokteran, dengan saksi perawat,” kata Anita.

Lalu pada 21 April 2015 atau keesokan harinya, sambung Anita, operasi dilaksanakan dengan hasil ditemukan dua buah kista dengan ukuran sebelah kiri 16×12 cm, dan kanan 10 x 8 cm. Besoknya paska operasi, Hardi mengunjungi serta menjelaskan kondisi pasien yang berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium positif terjangkit kanker.

“Dokter Hardi Susanto melakukan visit atau kunjungan ke pasien S, dan menjelaskan tentang kondisi pasien, yang disaksikan satu perawat dan kakak pasien,” tuturnya.

Setelah hasil resmi pemeriksaan patologi anatomi (PA) keluar di hari kedua, Hardi menganjurkan S melakukan kemoterapi yang akan dirujuk kepada seorang dokter ahli onkologi di Jakarta. Lalu usai seminggu, S datang kepada Hardi untuk membuka balutan, dan menyampaikan dirinya akan melanjutkan pengobatan ke Singapura. Karenanya S meminta Hardi membuatkan rujukan ke salah satu rumah sakit di Singapura.

“Berdasarkan informasi yang disampaikan kakak pasien S selama di Singapura, bahwa dokter di Singapura telah melakukan konfirmasi pemeriksaan PA, disimpulkan S menderita kanker stadium III C, dan pasien telah menjalani kemoterapi di Singapura. Informasi ini diceritakan sendiri oleh kakak pasien S melalui email kepada dokter Hardi,” beber Anita.

Sementara melalui kuasa hukum, dr. Hardi Susanto menyampaikan simpati dan empatinya terhadap kesehatan saudari S.

“Kami juga harus memberikan klarifikasi yang sebenarnya agar seluruh masyarakat dapat mengetahui kejadian yang sebenarnya/fakta yang sesungguhnya, menjunjung tinggi penegakan hukum terutama ‘Asas Praduga Tidak Bersalah’,” pungkasnya.(ton)